LUBUKLINGGAU – Kepemimpinan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Lubuklinggau kembali menuai kritik. Sejumlah masyarakat dan pengurus cabang olahraga (cabor) menilai Ketua KONI kurang berani mengambil kebijakan sendiri dalam menentukan arah pembinaan dan pengelolaan anggaran, yang berimbas pada tidak tercukupinya kebutuhan para atlet dan pelatih.
Menurut para pengurus cabor, anggaran yang diterima tahun ini dinilai tidak sebanding dengan kebutuhan pembinaan, pelatihan, maupun biaya keikutsertaan dalam berbagai kejuaraan. Kondisi ini membuat beberapa cabor kesulitan menjalankan program kerja secara maksimal.
“Anggaran yang kami terima jauh dari cukup. Sementara tuntutan untuk berprestasi terus ada. Kami berharap Ketua KONI bisa lebih tegas memperjuangkan hak cabor, bukan hanya menunggu arahan dari pihak lain,” ujar salah satu pelatih cabang olahraga di Lubuklinggau, Selasa (8/10).
Sumber lain juga menyoroti gaya kepemimpinan Ketua KONI yang dinilai terlalu hati-hati dan bergantung pada keputusan sekretariat, tanpa mengambil langkah strategis yang berpihak pada kebutuhan lapangan.
“Ketua itu seharusnya punya sikap. Kalau semua keputusan menunggu Sekjen, lalu di mana wibawa dan tanggung jawab kepemimpinan? KONI ini butuh pemimpin yang berani berpihak pada atlet, bukan sekadar menjalankan rutinitas,” tegas seorang pengurus cabor lainnya.
Mereka juga menilai, prinsip pembagian anggaran yang disebut “adil” justru tidak berarti harus sama rata. Menurut mereka, adil seharusnya melihat tingkat kebutuhan dan prestasi masing-masing cabor.
“Adil itu bukan sama rata, tapi sesuai dengan kebutuhan dan prestasi. Kalau cabor berprestasi disamakan dengan yang belum aktif, itu jelas tidak adil,” tambahnya.
Dengan anggaran yang cukup namun lemahnya keberanian dalam pengambilan kebijakan, masyarakat mulai mempertanyakan sejauh mana Ketua KONI mampu membawa olahraga Lubuklinggau ke arah yang lebih maju dan berprestasi.